Minggu, 25 Maret 2012

Antara aku, kamu dan Ibu Kost

Ibu kost emang lebih kejam daripada ibu tiri. Selain lebih kejam, juga yang pasti lebih perhitungan. Seperti layaknya sipir, dia mengawasi setiap gerak gerik para narapidana (baca: penghuni kost). Bedanya sipir lebih protektif tapi kedua profesi ini ngga beda jauh. Ibu kost gue mulai menunjukkan taringnya baru-baru ini. Sebelumnya dia keliatan lebih baik dan lebih ramah. Tapi itu awalnya, karena setiap manusia pasti pada awalnya menunjukkan pribadi yang menyenangkan supaya disukai manusia lainnya. Soalnya kalau kesan pertama buruk, hanya akan dipandang sebelah mata oleh manusia lain. Oleh karena itu manusia pada awalnya menjadi bukan dirinya sendiri.

Kembali lagi ke persoalan ibu kost, sewaktu pertama pengen tinggal disini para calon penghuni kost diiming-imingi berbagai macam hal yang (tentunya) menarik. Selayaknya kampanye wakil rakyat, ibu kost begitu berapi-api menawarkan berbagai macam hal kepada para calon penghuni. Tapi memang sama halnya seperti kampanye wakil rakyat, hal-hal yang begitu 'wah' hanya isapan jempol belaka. Semua begitu abstrak, ngga ada hal konkrit seperti yang sudah dijanjikan. Janji memang manis, tapi apabila tidak terwujud dan hanya berakhir dengan janji tentu pahit rasanya. Itu pula yang dialami penghuni kost sekarang ini, termasuk saya sendiri.

Ketidaknyamanan diawali dengan seringnya mati lampu, saking seringnya mati lampu sekarang penggunaan listrik lebih dibatasi. Setiap penghuni di data untuk penggunaan listriknya agar meminimalisir listrik mati. Kata ibu kost, itu semua demi kebaikan bersama tapi tidak untuk kebaikan dompet anak kost. Masalah listrik (belum sepenuhnya) selesai. Walaupun sudah didata segala macam tetep mati lampu gak lepas dari kostan.

Masalah terus berlanjut bukan cuma soal listrik tapi kali ini soal kebisingan. Karena anak kost sini rata-rata biang kerok semua, jadi bisa dibayangkan kalau sudah disatu ruangan. Tidak berbeda jauh dengan kaum hawa yang suka gosip. Satu kata 'Heboh'. Secara langsung kehebohan anak kost-pun langsung ditanggapi dengan keras oleh pribumi. Mayoritas pribumi orang-orang tua yang membutuhkan ketenangan dan kenyamanan. Seperti kata Newton "Apabila ada aksi maka akan ada reaksi". Reaksi yang keras pun terjadi, beliau masuk ke kostan untuk memberi peringatan kepada anak kost supaya menjaga sikap. Sebulan berlalu, dua bulan berlalu, namanya anak muda satu kesalahan tidaklah cukup. Seperti gak ada kapoknya, secara (tidak) sengaja kami mengulangi kesalahan yang sama untuk yang kedua kalinya. Kali ini beliau lebih keras memperingati anak kostan tapi bukan dengan cara kekerasan. Hanya menceramahi kami dari kejauhan. Anak kostan ada diatas sedangkan beliau dibawah. Anak kostan  diam seribu bahasa sedangkan beliau berbicara seribu kata. Anak kostan diam bukan karena mengabaikan tapi diam karena ngantuk dan lapar. Tapi lambat laun anak kostan jadi mengerti kesalahan mereka dan mulai memperbaiki sikap masing-masing.

Masalah tidak berhenti disitu saja, masalah akan datang lagi dan lagi karena manusia tidak bisa lepas dari masalahnya masing-masing. Karena masalah sejatinya adalah sebuah cobaan agar manusia bisa belajar dari masalah itu sendiri. Supaya manusia menjadi lebih manusia secara utuh dan tidak mudah menyerah pada keadaan. Bertahan dan mampu menyelesaikan masalah adalah solusi pasti. Hidup akan hampa apabila tidak ada masalah, seperti sayur tanpa garam. Sekian

Minggu, 01 Januari 2012

Awal 2012

Kemarin tepat tanggal 1 Januari 2012 yang notabene awal tahun daripada tahun 2012 ternyata ngga seindah dan seberuntung apa yang gue kira. Hari itu gue putusin buat balik lagi ke Purwokerto tapi ternyata gue emang manusia paling sial yang pernah Tuhan ciptakan. Tanggal 31 Desember gue coba peruntungan nyari tiket buat balik.

Gue telfon semua angkutan umum yang ada. Mulai dari travel, kereta, sampe bis gue telfon. Dan hasilnya semua sama, dimulai dengan -kata manis dan terindah dalam sejarah manusia- MAAF. Semua tiket udah abis. Gue diem dan mulai mikir. Apa jadinya kalo gue gak balik tanggal 1, sementara UAS dimulai tanggal 2. Hati dan otak gue berkecamuk hebat. Gue galau. Tapi banyak jalan menuju Purwokerto (Purwokerto aja tiket pada habis apalagi Roma). Gue beraniin diri buat telfon lagi ke bagian penjualan online tiket kereta api. Gue tanya tiket apaan aja yang ada. Karena yang ngomong cewek, gue lama-lamain durasi telfonnya. Tapi emang dasarnya udah sial yang ada cuma kereta eksekutif dan harganya cukup expensive buat orang kayak gue. Dada gue sesek pas tanya harganya. Tapi demi UAS gue langsung deal sama tawaran doi. Booking tiket udah sekarang tinggal bayar.

Gue langsung ke Gambir buat bayar via atm sekalian tuker bukti pembayaran sama tiket kereta. Emang dasar udik, gue harus bolak-balik ke bagian pelayanan terus ke atm lagi. Batas waktu pembayaran sampe jam 4 dan gue masih belum juga kelar bayar tuh tiket. Kurang dari 15 menit akhirnya gue berhasil tuker bukti pembayaran sama tiket kereta. Tiket udah ditangan. Gue gak galau. Gue bahagia. Tapi gue sedih pas liat harganya. Akhirnya gue simpen dan gak bakal ngeliat lagi sampe besok.

Balik kerumah gue langsung maen futsal buat ngelupain harga itu tiket. Bukan tambah seneng malah tambah sakit. Kaki gue sakit dihajar makhluk tidak berperikemanusiaan. Gue harus istirahat dirumah biar sakitnya ngga tambah parah, tapi gue gak rela soalnya itu malem tahun baru. Banyak schedule di malem tahun baru. Gue paksain keluar rumah, tapi apa daya kaki gue gak sanggup lagi melangkah. Gue akhirnya milih tindakan bijaksana, tidur.

Besokannya kereta berangkat jam 8, alhasil pikiran gue pasti telat tapi Tuhan berkata lain, gue paksain bangun terus mandi walaupun gak rela harus mandi. Gue cabut ke Gambir sendokur. Gue masuk ke gerbong dan duduk manis. Ternyata nunggu 5 jam itu kalo sendiri berasa kayak 5 hari. Lamanya minta ampun. Dan akhirnya setelah perjuangan tidak kenal lelah gue sampe di kota satria. Gue masih di stasiun buat nungguin temen gue. Pas lagi duduk sekitar 15 menitan ada kereta lain yg dateng. Itu kereta ekonomi-ac. Ternyata kereta gue cuma lebih cepet 15 menit doang. Gue galau lagi. Sekian. Itu ceritaku, apa ceritamu?